warna warni

warna warni

Minggu, 30 Maret 2014

Ini masih belum, sahabat..



Haruskah aku ceritakan tentang sebuah negeri yang pimpinannya dipilih secara “sebenar-benarnya” demokrasi kemudian digulingkan oleh militernya?

Tak taukah kau tentang cerita itu? Itulah demokrasi teman, demokrasi bukan milik kita, itu hanya milik satu organisasi semata. Kita tidak akan pernah menang dengan cara mereka. Kita akan terus ditindas. Tapi tidak, jika sesuai syariat nya.

Ah, sudahlah. Sudah sulit sekarang ini menjelaskan apapun kepadamu, teman. Karna kau hanya mau tau saja. Tidak lebih. Membuat ini jadi tidak menarik.

Karena orang yang selalu kau sebut-sebut seperti dewa itu sudah menjelaskan semuanya kepadamu. Tapi sepertinya kau hanya sekedar tau dan sekedar menerima.

Taukah kau teman? Mereka selalu memperingatkan untuk selalu tabbayun atas berita-berita yang muncul. Tabayun untuk berita-berita jelek mengenai mereka. Tapi tidak untuk berita-berita jelek golongan lain. Yah, begitulah golongan, teman. Selalu begitu..
Mereka bilang kesalahan mereka lebih sedikit dr golongan lain. Itu benar teman. Yah, begitulah golongan, kawan. Selalu begitu.. Karena itu kata mereka. Karena kau bagian dari mereka. Eh, bukan, kau tidak pernah menjadi bagian mereka. Percayalah padaku, kau bukan bagian mereka. Kau bukan bagian dari apapun. Kau hanya bagian dari tengah-tengah.

Kau bukan bagian dari perusahaan A dan bukan pula bagian dari perusahaan ku. Kau tidak mendukung dan tidak sepenuhnya membenarkan aturan di perusahaan itu kan? Tapi kau pun tidak mau mendukung perusahaan kami. Tapi kau sahabatku, kau temanku. Akan ku jelaskan, setelah itu, pilihan hanya ada di dirimu:

Sebelum kau bekerja di perusahaan kami ini, kau akan ditanyakan, siapkah kau untuk diatur dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah? Tunduk Patuh pada perintah Allah saja? Hukum yang ada di Al-Qur’an dan As-Sunnah? Jika kau siap maka kau harus menandatangani kontrak dengan HRD kami, petugas kami, oh bukan petinggi kami kawan, petinggi-petinggi itu belum pernah kami menemuinya, tidak pernah. Mereka mengurusi yang lebih besar. Nah setelah itu, maka kau sudah menjadi bagian dari perusahaan ini. Mudah bukan kawan? Syaratnya hanya itu untuk menjadi bagian dari perusahaan ini, itu lebih baik teman, daripada kau luntang-lantung tidak karuan, seperti bagian dari salah satu perusahaan di luar sana tapi sebenarnya tidak.

Ah sudahlah, sudah sulit sepertinya sekarang ini menjelaskan semuanya kepadamu. Karna kau hanya akan mendengarkan saja, karna kau hanya akan menerima saja, membuat ini menjadi tidak menarik lagi. Apa kamu tau teman? Segala di hidup ini memakai standar Allah. Bagaimana hidup sesuai dengan standar Allah? Bagaimana ibadah sesuai standar Allah? Dan kalo kamu mau tau kawan, kita belum menjadi sahabat di mata Allah, kenapa aku bisa bilang begitu? Aku membaca kisah Rasul dan para Sahabat, kisah yang indah. Mereka punya satu visi menegakkan Kerajaan Nya sesuai syariat yang ada di Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tapi kita masih berbeda visi teman. Kita belum sama..

Kalau kau katakan itu hanya cerita jaman dulu. Itu berbeda. Sahabat jaman dulu dan sekarang berbeda pengertiannya. Tapi tidak bagiku. Standar Allah tidak akan berubah, tidak lekang oleh waktu. Itu akan terus begitu hingga nanti, sama seperti aturannya. Tidak ada kata ketinggalan jaman.

Jawablah, kapan kau mencariku? Ketika kau membutuhkan aku untuk mendengar ceritamu. Sungguh aku tidak keberatan. Karena kau benar di dunia ini hanya ada kepentingan, itu kepentinganmu terhadapku, dan aku tidak keberatan dengan semua itu. Karena kau sahabatku, setidaknya di mata kita, kita bersahabat.

Kau mau tau kenapa aku begitu tulus mendengarmu? Nah inilah kepentingan ku. Tapi bukan kepadamu, tapi kepada pencipta ku. Sungguh tidak lain dan tidak bukan, hanya ingin menunjukkan mu jalan yang lurus. Hanya ingin mengajakmu menjadi satu visi denganku. Menjadi sebenar-benarnya sahabat di mata Maha Pemilik hati manusia. Iya itulah kepentinganku. Bukan terhadapmu, tapi kepada-Nya.

Ah, sudahlah, lelah aku berbicara. Namun meskipun kita berbeda, kau tetap ada dalam doaku, sahabat..

Prioritas utama kami adalah Dia. Kepentingan kami hanya kepada Nya. Itulah wujud cinta kami, meski sulit, meski belum terlaksana seluruhnya, meski suatu saat bisa jadi aku keluar jalan ini. Tapi saat ini kami mau, tapi saat ini kami siap. Dan diamku padamu bukan tak peduli, aku sedang berharap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar