Haruskah aku ceritakan tentang sebuah negeri
yang pimpinannya dipilih secara “sebenar-benarnya” demokrasi kemudian
digulingkan oleh militernya?
Tak taukah kau tentang cerita itu? Itulah demokrasi teman, demokrasi bukan milik kita, itu hanya milik satu organisasi semata. Kita tidak akan pernah menang dengan cara mereka. Kita akan terus ditindas. Tapi tidak, jika sesuai syariat nya.
Ah, sudahlah. Sudah sulit sekarang ini menjelaskan apapun kepadamu, teman. Karna kau hanya mau tau saja. Tidak lebih. Membuat ini jadi tidak menarik.
Ah, sudahlah. Sudah sulit sekarang ini menjelaskan apapun kepadamu, teman. Karna kau hanya mau tau saja. Tidak lebih. Membuat ini jadi tidak menarik.
Karena orang yang selalu kau sebut-sebut
seperti dewa itu sudah menjelaskan semuanya kepadamu. Tapi sepertinya kau hanya
sekedar tau dan sekedar menerima.
Taukah kau teman? Mereka selalu memperingatkan
untuk selalu tabbayun atas berita-berita yang muncul. Tabayun untuk
berita-berita jelek mengenai mereka. Tapi tidak untuk berita-berita jelek
golongan lain. Yah, begitulah golongan, teman. Selalu begitu..
Mereka bilang kesalahan mereka lebih sedikit
dr golongan lain. Itu benar teman. Yah, begitulah golongan, kawan. Selalu
begitu.. Karena itu kata mereka. Karena kau bagian dari mereka. Eh, bukan, kau
tidak pernah menjadi bagian mereka. Percayalah padaku, kau bukan bagian mereka.
Kau bukan bagian dari apapun. Kau hanya bagian dari tengah-tengah.
Kau bukan bagian dari perusahaan A dan bukan
pula bagian dari perusahaan ku. Kau tidak mendukung dan tidak sepenuhnya
membenarkan aturan di perusahaan itu kan? Tapi kau pun tidak mau mendukung
perusahaan kami. Tapi kau sahabatku, kau temanku. Akan ku jelaskan, setelah
itu, pilihan hanya ada di dirimu:
Sebelum kau bekerja di perusahaan kami ini,
kau akan ditanyakan, siapkah kau untuk diatur dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah?
Tunduk Patuh pada perintah Allah saja? Hukum yang ada di Al-Qur’an dan
As-Sunnah? Jika kau siap maka kau harus menandatangani kontrak dengan HRD kami,
petugas kami, oh bukan petinggi kami kawan, petinggi-petinggi itu belum pernah
kami menemuinya, tidak pernah. Mereka mengurusi yang lebih besar. Nah setelah itu, maka kau
sudah menjadi bagian dari perusahaan ini. Mudah bukan kawan? Syaratnya hanya
itu untuk menjadi bagian dari perusahaan ini, itu lebih baik teman, daripada
kau luntang-lantung tidak karuan, seperti bagian dari salah satu perusahaan di
luar sana tapi sebenarnya tidak.

Kalau kau katakan itu hanya cerita jaman dulu.
Itu berbeda. Sahabat jaman dulu dan sekarang berbeda pengertiannya. Tapi tidak
bagiku. Standar Allah tidak akan berubah, tidak lekang oleh waktu. Itu akan
terus begitu hingga nanti, sama seperti aturannya. Tidak ada kata ketinggalan
jaman.
Jawablah, kapan kau mencariku? Ketika kau
membutuhkan aku untuk mendengar ceritamu. Sungguh aku tidak keberatan. Karena kau
benar di dunia ini hanya ada kepentingan, itu kepentinganmu terhadapku, dan aku
tidak keberatan dengan semua itu. Karena kau sahabatku, setidaknya di mata kita,
kita bersahabat.
Kau mau tau kenapa aku begitu tulus
mendengarmu? Nah inilah kepentingan ku. Tapi bukan kepadamu, tapi kepada
pencipta ku. Sungguh tidak lain dan tidak bukan, hanya ingin menunjukkan mu
jalan yang lurus. Hanya ingin mengajakmu menjadi satu visi denganku. Menjadi
sebenar-benarnya sahabat di mata Maha Pemilik hati manusia. Iya itulah
kepentinganku. Bukan terhadapmu, tapi kepada-Nya.
Ah, sudahlah, lelah aku berbicara. Namun meskipun kita berbeda, kau tetap ada dalam doaku, sahabat..
Prioritas utama kami adalah Dia. Kepentingan kami
hanya kepada Nya. Itulah wujud cinta kami, meski sulit, meski belum terlaksana
seluruhnya, meski suatu saat bisa jadi aku keluar jalan ini. Tapi saat ini kami
mau, tapi saat ini kami siap. Dan diamku padamu bukan tak peduli, aku sedang berharap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar