warna warni

warna warni

Selasa, 23 Agustus 2016

Pimpinan yang Dzalim atau. . .

Salah satu percakapan di kantor. .

Gw : bang, kata si bos mamih, abang harusnya pas jam istirahat jangan turun untuk makan terus, kaya staf-staf subdit tetangga kang yang tetep kerja.

Si Abang : Gelo, makan aja ga boleh, segitu geus diturutan kahayangna (udah diturutin keinginannya)

Gw : Bos kita kaya Fir'aun yah bang, Dzalim *sambil ketawa* masa dia berharap aku bisa ngerjain teknis padahal  selama ini cuman diperintahin ngerjain administrasi, kan Dzalim bang, segala dibanding-bandingin sama staf teknis  lain lagi *ketawa oleh sebab kegilaan*

Si Abang : Dia mah bukan Fir'aun mba, dia mah nazi tea ning.

Gw : *ketawa* Hitler yah bang, berarti kita kaum Yahudi dong.

Si Abang : Dia tuh yang ngira kita Yahudi

Dan bukan kaya gitu aja banyak banget perkara kelakuan si bosmamih ini yang nyakitin kita-kita dan orang-orang terdahulu (sebagai stafnya).

Terus gw mikir panjaaaaaaaaaang.

Ini gw sebagai staf yang mendzolimi diri sendiri karena masih mau-maunya punya bos kaya doski (kaya bani israil yang berboskan fir'aun) atau emang do'i yang dzalim dan kebetulan gw dapet bos macem do'i ?

Tapi didunia ini kan ga ada yang kebetulan trs Allah ga akan mengubah suatu kaum kecuali kaum itu merubah dirinya 😢

Perihal pemikiran itu akhirnya, akhir-akhir ini gw agak mengeraskan perlawanan sm si bosmamih.

Sebenernya dosa kali yah kerja disini, ngomongin atasan sendiri, mengeluhkan keadaan terus-terusan, sampai akhirnya ngeleyeud sm doi setelah terinspirasi daei film my stupid boss, tapi ga berusaha mengubah keadaan. Minimal ngasih tau si bos yang manusia juga kalo sikapnya udah nyakitin semua stafnya. Toh kalo dia nolak nanti juga kena hukuman, macem kaum Nabi Luth, pengikut Fir'aun, dkk. (Ih serem banget contohnya) Hehehe.

Yah, pada akhirnya kita kita ini sebagai korban keganasan sikap ambisius dari seorang bos yang cuman rempong ku kerjaan remeh (yang harusnya bukan hal yang harus dia pikirkan di level dia) cuman bisa berdoa : 1. Naik jabatan di tempat lain, 2. Dibukakan pintu Hidayahnya, 3. Pensiun dini

Tapi anehnya tiga-tiganya belum ada yang terkabul padahal pasti bukan kita aja yang berdoa gitu 😶 hmm. .

Senin, 01 Agustus 2016

Tulang Rusuk

Jika memang perempuan itu adalah tulang rusuk.

Maka aku adalah tulang rusuk paling bengkok.

Yang akan patah ketika di luruskan.

Tapi tetap bengkok ketika dibiarkan.

Jumat, 22 Juli 2016

Pertanyaan yang tidak ada habisnya

Terkadang dalam perjalanan pulang dari stasiun ke rumah muncul pertanyaan-pertanyaan baru, apalagi setelah baca artikel. Kayanya nih yah aku mah jangan disuruh baca ini itu deh, abis baca pasti begini, muncul pertanyaan yang ga berani ditanyakan, dan entah kenapa si otak ini pun serasa so tau bertanya dan berasumsi tapi tidak diikuti dengan sikap untuk melakukan solusi.

Aku terlalu lemah. .

Dan si otak ini terus bertanya, dengan pertanyaan :
Sebenernya dulu mush'ab bin umair itu sehebat apa sih sampai bisa mengajak  73 orang-orang penting di Yastrib menerima islam dan menjadikan negeri itu pertama kalinya tegak Islam di bumi Arab pada jaman Rasulullah Muhammad ?

Soalnya mau bandingin dengan negeri kita nih, jangankan kerjasama dengan negara lain, yang ada kita dibegoin kali, di negeri sendiri aja, ada konflik di satu wilayah untuk bekerja sama mengenai hutannya susah. Udah sekelas dirjen yang turun tapi belum beres juga, yah emang sih itu hal yang ga mudah, saya tau. Tapi itu artinya mush'ab bin umair hebat sekali di jaman itu.

Sebenernya jaman si Mush'ab bin Umair dakwah ke Madinah/Yastrib islam udah sebesar apa sih, ko orang-orang penting itu mau terikat dengan Rasulullah dan islam ?

Soalnya mau bandingin lagi, di mesuji sana saja susah banget untuk terikat peraturan sekelas aturan kementerian kehutanan atas lahan yang ada, padahal ini kan keterikatan sekelas negara loh, yang paling tinggi. Malah mereka merasa takut karena diteror orang-orang yang gamau terikat dan bekerja sama dengan kehutanan.
Padahal kan harusnya rakyat itu merasa aman ketika menuruti perintah atau aturan penguasanya, negerinya, pemerintahannya, karena itulah aturan paling tinggi dan seharusnya rakyat dapat merasa aman karena tidak melanggar aturan tertinggi. Tapi ini malah lebih takut terhadap ancaman orang luar, ancaman orang-orang yang ga mau ikut aturan di negerinya sendiri.
Jadi, Islam saat itu sebesar apa, sampai Negeri sekelas Yastrib/Madinah mau-maunya terikat sama Islam?

Duh, ga ada habisnya ini pertanyaan apalagi abis baca artikel dengan judul "Dulu Talangsari, Kini Mesuji" yang membuat saya ber-oh dan berasumsi so tau, jangan-jangan ada kaitannya cerita masa lalu dengan hari ini. Karena sakit hati misalnya maka si Mesuji ini susah dirangkul pemerintah, karena ada perasaan ketidakpercayaan juga. Kalo memang begitu mah artinya kalo kita kesana untuk memediasi ga bisa bawa polisi atau TNI untuk meyakinkan mereka terhadap kerjasama dengan kehutanan, bawa aja ulama atau ustadz gitu untuk mediasi. Tapi ulama sekelas apa yah yang mampu meyakinkan mereka akan keselamatan, kenyamanan dan keuntungan mereka supaya mau terikat dengan aturan pemerintah ?

Kenapa kita yang sekelas negara sulit dapetin hati orang-orang daerah sendiri tapi dulu Islam yang kelasnya minoritas bisa masuk ke Yastrib negeri orang, yang kemudian jadi Madinah. Apa mungkin  karena jaman dahulu Rasulullah dan para sahabat betul-betul konsisten terhadap pencarian lahan untuk dikuasai tidak pada penyerapan dan anggaran yang harus habis ?

Jumat, 17 Juni 2016

Hujan

Sudah lama sekali, aku tidak merasakan hujan di luar sementara aku bermalas-malasan di tempat tidurku. Melihatnya dari jendela kamar, mengenang yang lalu, melamun yang lama. .

Kataku di stasiun kereta sepulang kerja.

Hujan sudah kembali sering datang.

Kini tetesannya lebih sering mengenai kulitku.

Kini hujan lebih sering memaksaku berteduh.

Hujan juga dini hari ini, sementara aku terbangun dari tidurku.

"Lagi malas hidup" kataku dalam hati membalas satu pesan "lagi apa?", namun tak tersampaikan.

Hujan, membawa sepi padahal ramai rintiknya diluar. Sepi didalam sini. .

Basah airnya di luar. Kering di dalam sini. .

Kamis, 02 Juni 2016

Satu Pujian

Satu pujian membuat saya bercermin

Adakah saya sebaik itu ?

Ada jarak sepersekian detik antara pujian yang kamu ucapkan dengan senyuman malu-malu ini.

Antara pujian itu dengan kalimat sinis saya "ga juga ah".

Antara pujian itu dengan jawaban terimakasih dari mulut saya.

Jarak sepersekian detik :
Mengapa ia memuji ?

Adakah yang saya lakukan salah, tapi dia tak ingin menyakiti ?

Apa yang mereka inginkan ? Apa kesalahan saya ?

Kurangkah yang saya lakukan sehingga ia berharap lebih ?

Apakah kamu sedang berpikir saya bisa berubah menjadi lebih baik setelah dipuji ?

Apa kamu juga berpikir saya butuh sebuah pujian agar saya sedikit jinak ?

Adakah pujian itu tulus ?

Dulu, satu pujian hanya membuat prasangka buruk dan menimbulkan sikap sinis dalam hati. Tapi kamu tidak akan lihat, kamu akan berpikir aku suka dipuji.

Paling-paling kesinisan yg kamu tau hanya dari sebuah kalimat "ah ga juga".
Lalu kalian akan jawab "ih didoain, bukannya bilang Amin".

Padahal kamu tidak mengerti sebegitu sulitnya ada di posisi yang tidak saya suka tapi tidak ingin menyakiti perasaan dan usaha orang lain.

Akhirnya sekarang saya harus berdamai.

Menghilangkan prasangka-prasangka buruk, meyakini pujian yang diutarakan hanya agar saya menjadi lebih baik, mau apapun niat kamu sebenarnya. Dan saya hanya akan mengatakan "Amin, makasih" sambil tersenyum.

Satu pujian membuat saya bercermin berkali-kali. Tapi mungkin memang baiknya seperti itu. . Mungkin.

Jumat, 20 Mei 2016

Cuman sebuah cerita

Ini cerita tentang perjalanan dinas saya yang unik.

Ini tentang masyarakat yang tinggal di kawasan hutan.

Ini tentang kawasan hutan di Indonesia.

Yang satu di daerah Lombok, yang satu di daerah Lampung.

Pemerintah ingin memaksimalkan kawasan hutan tersebut menjadi benar-benar sebuah kawasan hutan. Tapi sudah banyak penduduk yang tinggal di sana.

Masyarakat yg sudah tinggal dan mengambil keuntungan dari kawasannya dan mengelolanya untuk kehidupan mereka. Tidak mungkin kan pemerintah berlaku sewenang-wenang dengan mengambil kawasan itu begitu saja. Akhirnya jalan tengahnya adalah bermitra, yang artinya harus saling menguntungkan antara pemerintah dan masyarakatnya.

Yang di Lombok, tanaman hutannya adalah sengon, tanaman kehidupannya adalah jagung, masalah masyarakat kawasan hutannya adalah perekonomian. Mereka mau bermitra asalkan betul-betul menguntungkan bagi mereka.

Yang di Lampung, ah pelik sekali yang di Lampung, tanaman hutannya adalah akasia, tanaman kehidupannya adalah singkong, masalah masyarakatnya adalah kelegalan. Mereka mau bermitra asalkan mereka diakui legal. FYI mereka adalah penduduk-penduduk yang berpindah atau kabur mungkin ke kawasan hutan, merambah hutan, maka mereka menuntut tanda kelegalan seperti KTP.

Yang di Lombok, masyarakat boleh menanam tanaman jagung, mendapatkan keuntungan 20% dari hasil hutannya tapi tetap harus menanam tanaman hutan jika mau bermitra.

Yang di Lampung, masyarakat boleh tetap menanam tanaman singkong, boleh tetap tinggal di kawasan hutan, diakui legal oleh pemerintah keberadaannya meskipun bukan dengan KTP, mendapatkan 20% dari hasil hutannya, tapi tetap harus menanam tanaman  hutan dan harus mau berdamai dengan perusahaan dan pemerintah daerah jika sudah bermitra.

Tapi masyarakat kedua wilayah itu mendapatkan ancaman dari luar bagi yang mau atau sudah bermitra artinya mau atau sudah mengikuti aturan pemerintah mengenai pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.

Dan negeri ini unik, masyarakat yang sudah  atau mau mengikuti aturan bisa merasa terancam oleh orang-orang yang tidak mau mengikuti aturan. Harusnya yang legal merasa terlindungi dengan mengikuti aturan di negerinya.

Mungkin bersambung nanti. .

Kamis, 28 April 2016

OVERTHINKING

Pernah main di pusat permainan seperti t*mez*n* atau f******* ? Duluuuu banget waktu masih kecil papa pernah bilang jangan main di pusat permainan kaya gitu, rugi katanya, uangnya buat dia-dia juga. Karna waktu itu masih kecil, saya merasa bodo amat. Ga paham. Tapi hari ini, entah kesambet apa, keingetan lagi dan baru paham. Begini kira-kira gambarannya.
Pertama kita membeli poin berbentuk kartu untuk digesek di alat permainan nantinya.
Anggaplah kita membeli 50rb poin untuk bermain. Uang 50rb itu akan kita berikan kepada pusat permainan tersebut. Setelah itu kita mendapatkan sebuah kartu untuk bermain, yang poinnya akan berkurang ketika kartu tersebut digesekan ke alat permainan. Kemana poin itu pergi ? Tentu ke alat tersebut yang dimiliki oleh pusat permainan itu.
Jadi, Kita membeli sesuatu yang menguntungkan pusat permainan (poin-poin untuk bermain) dan memberikan apa yang sudah kita beli (mengembalikan) itu kepada pusat permainan tersebut (berkurangnya poin). Lalu apa yang kita dapat ? Kesenangan saja. Mungkin kita dapat karcis2 yang bisa kita kumpulkan untuk ditukar dengan barang, tp itu tidak seberapa, kalo kita hanya menghitung dari segi materi, kita rugi.



Contoh lainnya, saya punya dua tabungan dalam satu bank, yang satu untuk uang yang numpang lewat aja (pengeluaran ini itu), yang satunya betul-betul untuk nimbun uang. Namun karena saya ga bisa liat uang diem. Akhirnya saya betinisiatif memutarkan uang tabungan saya dengan menjual pulsa dengan memanfaatkan layanan e-banking untuk pembelian pulsa. Bukan hanya untuk orang lain saja. Saya juga bisa mengisi pulsa saya sendiri melalui gadget yang saya miliki dan saya tetap membayar dengan harga pulsa yang sama. Jadi, uang itu hanya berputar-putar ditabungan saya. Saya bayar dengan UANG SAYA, untuk membeli pulsa dari account TABUNGAN SAYA, dan pulsa itu saya pergunakan sendiri.
Pusing ? Hehe. Coba dibayangkan. Semoga ada sedikit gambaran hehehe.

Terus apa intinya ?
Intinya jangan-jangan banyak banget sebenernya di dunia ini yang bergerak muter-muter gitu.

Contoh lain : negara kita jual bahan mentah ke luar negeri, kemudian bahan mentah itu di olah menjadi suatu barang yang berdaya guna lebih di luar negeri, lalu barang tersebut dijual kembali ke negeri kita. Lantas kita dirugikan lagi.

Contoh lain, dari Bansos, pemerintah mengalokasikan dana untuk masyarakatnya. Namun tidak serta merta semua masyarakat disebut sebagai masyarakat asli. Ada yg asli, namun ada juga yg disebut masyarakat aspirasi. Yaitu masyarakat yang ditunggangi oleh oleh oleh ah sudahlah. . . Masyarakat aspirasi dalam mendapatkan bansos sangat bergantung padaaa "ah sudahlah", sehingga ketika bansos itu diterima oleh masyarakat aspirasi, mereka akan berterimakasih kepadaaaa "ah sudahlah" dan bisa jadi mereka akan memilih si "ah sudahlah" di daerah mereka masing-masing tahun berikutnya. Jadi itu uang dari "ah sudahlah" kepada rakyat untuk kepentingan politik si "ah sudahlah". Bukan demi kesejahteraan masyarakat sepenuhnya.

Contoh lain, dari reklamasi. Akan diadakan reklamasi pantai di teluk jakarta. Pro dan kontra terjadi.

"Reklamasi akan menguntungkan developer"

"Tapi reklamasi untuk mencegah banjir dan pengembangan lahan di Jakarta"

"Teluk Jakarta kotor, tidak ada nelayan yang memancing di teluk jakarta"

"Nelayan merasa lahan untuk mata pencahariannya berkurang jika diadakan reklamasi"

"Nelayan mencoba berbicara pada gubernur"

"Gubernur tidak mau menemui nelayan, karna itu bukan nelayan betulan"

Dipikiran jelek saya, mungkin maksud pak Ahok itu nelayan aspirasi yang bergeraknya sudah dikendalikan oleh si "ah sudahlah" untuk kepentingan politik si "ah sudahlah".
Teruuuuusss. . Pokonya begitulah muternya, saya ga bisa jelasin muternya dimana yang reklamasi ini. Sudah lupa, sudah terlalu lama, dari kemaren mikirin reklamasi, hehehe, sedikit catetan reklamasi yang barusan cuman sebagai mind blowing ajah, hhe. . tapi coba aja dipikirin terus-terusan, masalah reklamasi ini juga muter disitu-situ aja, yang di untungkan adalah yang punya kepentingan dan yang dirugikan juga yang punya kepentingan.
Mbuhlah.

Contoh lain : BBM Naik, Harga bahan pokok naik, ongkos kendaraan pun naik, buruh demo minta kenaikan gaji karena semua harga naik, teruuuusss. . Tau sendiri gimana perputarannya kan ? Hehe.

BBM Naik, ongkos kendaraan naik bahkan lebih murah pake kendaraan sendiri, gaji ikutan naik setelah di demo, masyarakat mampu kredit kendaraan pribadi, macet, volume kendaraan pribadi bertambah, bbm langka, bbm naik harga, dan. . dan. .

DUAAAAAAARRRRR !

Entah sampai mana lingkaran-lingkaran tadi bakal berhenti. Atau otak saya saja yang overthinking.

Setiap saya berpikir itu hanya di pikiran saya saja yang tidak paham akan semua masalah. Setiap itu juga saya berpikir seandainya saya paham akankah bentuknya bukan lingkaran lagi ? Atau malah menjadi bentuk lingkaran yang lebih besar, saling terkait tapi tetap melingkar ?

Sudahlah. .

Kamu tau kan semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Kita lahir ke dunia tidak bermodalkan apapun. Dari mulai pohon saja. Coba deh itu ranting pohon kita tebang, kita bikin produk tusuk gigi misalnya, terus kita jual, tapi ga ada yang laku. Apakah kita termasuk rugi ? Padahal itu pohon punya Allah, modal yang kita punya untuk bikin tusuk gigi pun dari Allah.
Lalu kenapa kita merasa rugi ?
Karena tidak ada pemasukan dari penjualan tusuk gigi.
Padahal hidup kita milik Allah, akankah dia menelantarkan yang sudah diciptakan ?
Lalu bagaimana lingkarannya ?

Jika Modal (pohon) dari Allah, kemudian dibuat menjadi tusuk gigi oleh kita.
Kita ?
Bukan, tapi dibuat oleh Allah, dia yang menulis takdir dan nasib sehingga menjadi tusuk gigi. Dia yang punya daya upaya dan menggerakan kita dalam mebuat tusuk gigi.
Lalu, apakah itu semua akan kembali kepada Allah sehingga cerita ini juga bisa menjadi sebuah lingkaran ?
Apa saja yang harus kembali kepada Allah dan kenapa ?
Coba search di Qur'an digital dengan kata kunci "milik Allah" hehe
Lalu bagaimana cara mengembalikannya ?
Mungkin bisa digunakan kepada jalan Yang Benar.
Mungkin. .



Jumat, 15 April 2016

Rumah

Nampaknya kita belum pernah berhasil menjadikan satu sama lain sebagai rumah.

Kita hanya sebagian perjalanan panjang.

Seberapa jauhpun kita pergi, kita akan kembali ke rumah.

Suatu hari nanti aku dan kamu akan kembali ke rumah masing-masing.


16 April 2016

12.38 AM

Rabu, 13 Januari 2016

BIDAK CATUR

Meskipun judulnya catur tapi ini mungkin ga ada hubungannya dengan permainan catur.

Soalnya gw ga bisa main catur. Ga paham. Lupa terus cara jalannya. Abis jalannya aneh-aneh. Ada yang bisa jalan cuman letter L aja. Ada yg bisa jalan cuman maju aja ga boleh mundur, dsb, dsb. Kalo ga dilatih terus-terusan susah ngingetnya.

Jangankan inget cara main catur. Ibunye temen aja sampe gw ga inget waktu ketemu di jalan ga sengaja. Mungkin krn memory dalem otak gw yang udah kepenuhan jadi udah susah nginget.

Jangankan lagi ortunya temen gw. Temen sendiri aja pas nyapa gw di kantor kadang gw bertanya-tanya "siapa yah ini?", sambil nyipit-nyipitin mata. Udah jarak semeter baru deh nyadar siapa siapa dia yang nyapa. Hehehe. Lebih ke rabun sih yah kalo yg ini mah, bukan pikun.

Nah, masalah judul catur ini masalah di kantor sebenernya. Jadi gini, anggaplah kita ini sbg pegawai biasa adalah prajurit-prajurit kecilnya catur yang punya kerjaan mencairkan 100 rupiah ntk suatu kelompok masyarakat, yang harus rela ga pulang tiba-tiba dan rela tiba-tiba yang lain. Okelah namanya prajurit mereka siap.
Masalahnya adalah prajurit-prajurit ini hampir kehabisan waktu untuk menyelesaikan tugasnya. Berharap sang raja atau perdana menteri bisa maju untuk meminta waktu tambahan kepada yang berwenang. Tapi sampai terakhir si prajurit-prajurit ini harus berjuang sendiri menyelesaikan pekerjaannya. Sampai pada akhirnya mereka bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.  Tapi ternyata mereka membuat kesalahan, mereka tidak bisa mencairkan senilai 9 rupiah. Maka tak ada cara lain karena waktu yang sudah habis, mereka meminta sang raja atau perdana menteri harus turun tangan demi menyelamatkan 9 rupiah saja.

Tapi yang terjadi adalah tetap tidak bisa karena sebuah kebijakan.

Begitu juga yang dikatakan oleh seorang teman "Mungkin sudah kebijakannya seperti itu"

Saya terheran-heran. Raja dan perdana menteri tidak dapat menyelamatkan 9 rupiah.
Tapi yah memang mungkin ga bisa diliat dari nilainya yang lebih kecil. Tapi caranya yang sulit karna harus melawan peraturan yang sudah mereka buat.
Kalo begitu apa lagi yang bisa kita yang kecil-kecil ini perbuat kalo yang besar aja tidak bisa ?

Ini hanya celoteh malam. Keluhan diantara pengalaman-pengalaman kecil tidak sebanding dengan apapun dicampur dengan rasa sombong hati. Hanya saja kadang saya berpikir kenapa prajurit-prajurit kecil ini lebih berpotensi daripada sang raja.