warna warni

warna warni

Jumat, 25 Juli 2014

Novel Kisah Sang Penandai

Sinopsis Buku : Kisah Sang Penandai

Pengarang :Tere Liye

Buku ini berawal dari seorang pemain musik yatim piatu, Jim yang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada seorang putri, Nayla. Pertemuan mereka di sebuah pesta pernikahan berlanjut, hingga keduanya benar-benar saling jatuh cinta, namun kelas sosial antara Jim dan Nayla menjadi penghambat berlanjutnya hubungan mereka.

Hari itu tanggal tujuh, bulan tujuh, pukul tujuh mereka berjanji untuk bertemu kembali di taman kota. Namun Nayla tidak dapat menemui Jim karena mendapatkan kabar bahwa ibunya meninggal. Semenjak itu Jim hanya dapat menghubungi Nayla melalui surat. Ada kabar bahwa Nayla-nya akan dinikahkan oleh orang yang memiliki status sosial sama. Jim kalut. Nayla meminta Jim untuk mengambil keputusan untuk membawanya kabur dan hidup bersamanya. Tapi Jim terlalu penakut untuk mengambil keputusan seperti itu. Kemudian Nayla memilih bunuh diri. Jim sangat menyesal karena dia tidak berani mengambil keputusan dan menyebabkan kekasihnya bunuh diri. Keputusan yang terlalu berani diambil oleh Nayla nya. Tapi Jim tidak seberani itu. Dia benar-benar tidak berani menjemput Nayla nya, dia takut kematian. Maka dia jalani hidup dengan seluruh luka yang ada.

Ketika Jim sedang menikmati patah hatinya, secara tiba-tiba datanglah seorang kakek-kakek yang mengaku sebagai Seorang Penandai. "Akulah Sang Penandai, yang menceritakan pertama kali dongeng-dongeng tersebut dengan tanganku. Menjaganya tetap abadi sepanjang masa. Dan yang penting lagi, menciptakan dongeng-dongeng baru yang dunia butuhkan". Jim tidak percaya itu, terlebih lagi si kakek itu mengatakan ingin membuat kisah Jim menjadi sebuah dongeng untuk masa depan. Jim tidak peduli. Hingga si kakek pergi, lenyap bersama ribuan formasi capung.

Sang Penandai datang kembali menemui Jim dan menyuruh Jim untuk bergabung dengan Armada Kota Terapung yang akan mencari Tanah Harapan. Tapi Jim tetap tidak peduli. Hingga ia diburu oleh pembunuh-pembunuh bayaran ayah Nayla yang menuntut balas atas matinya Nayla. Sang Penandai menolong Jim meloloskan diri dari para pembunuh, Jim sudah tidak punya pilihan lain, atau lebih tepatnya dia tidak mau memikirkan pilihan lain selain ikut bergabung dengan Armada Kota Terapung. Dan dimulailah dongeng nya.

Tere Liye, dari buku-bukunya yang pernah saya baca, dia memang penulis anti-mainstream, saya sendiri mengira buku ini akan lebih banyak bercerita tentang cintanya Jim. Seperti Novel biasa, Jim akan bertemu dengan cintanya yang baru, merajut cerita kemudian akhirnya dia benar-benar bisa melupakan Nayla nya. Tapi tidak. Di Armada Kota Terapung dongeng Jim benar-benar berubah. Meskipun ada bagian Jim sering menangis ketika mengingat Nayla nya. Pada akhirnya Jim harus berjuang dengan perasaannya dan juga berjuang dengan fisiknya menghadapi hambatan pada perjalanan ke Tanah Harapan. 

Perjalanan ke Tanah Harapan merubah Jim yang tadinya

Senin, 21 Juli 2014

Short Story 

Ingin rasanya memberontak, tapi malu ketika ku baca tulisan-tulisan disini.
Yg begitu percaya kepada Mu.
Jangan-jangan selama ini bukan Engkau yang menjadi tujuan ku.
Tapi aku belaga suci, seperti orang paling percaya, paling patuh.
Hahaha aku ini brengsek memang!

Senin, 14 Juli 2014

Yang tak terucap

Hari itu aku pertama kalinya membawa seseorang untuk menemuimu, sudah 3 tahun lamanya aku telah mengetahui sebuah kebenaran, namun ini pertama kalinya aku berhasil meyakinkan seseorang tentang kebenaran itu. Bahkan orang itu pun adikku sendiri, sbg seorang kaka, aku seharusnya lebih cepat meyakinkannya, bahwa ini adalah sebuah kebenaran.
ah, kemana saja aku selama ini?

Entah hari apa itu, aku sungguh lupa. Yang aku ingat pagi itu kita duduk bertiga berbicara hikmat mengenal Allah. Mengenal kekuasaannya. Dan segala yang seharusnya kita ketahui sebagai sebuah kebenaran yang haq.
Kadang kita tertawa bersama, bertukar pikiran dan entah kenapa air muka mu selalu begitu, ceria, cerah. Meskipun kau sakit atau anakmu yang sakit, atau kau dikejar jam kerja tp harus tetap memprioritaskan Allah saja. Yah, air mukamu selalu seperti itu.
Kala itu adikku bercerita tentang mimpi-mimpinya, aku sangat suka bagian ini, aku seperti hidup ketika aku punya mimpi, aku seperti dapat menggapainya ketika mimpi itu didengarkan. Kita selalu takjub mendengarkan cita-cita setiap orang, dengan mata berbinar-binar kau pun mengatakan "Aku juga mau S2 nih di ITB, bareng aja ntar sm aku, aku mah 2 tahun lagi, nunggu anak aku selesai ASI, kamu sambil nabung aja" itu yg kau katakan pada adikku hari itu. Dengan mata penuh semangat adikku mengiyakan.
Kalian berbicara begitu semangat, tapi aku tidak. Setelah mendengar katamu itu, aku seperti berada di tempat lain, kosong, jauh. Ada sedikit rasa sedih di hati, entah kenapa. Bagaimana rasanya jauh dari mu lagi? Mungkin aku paham sedikit, aku tau yang kau maksudkan 2 tahun lagi kau akan pindah, tapi bukan hanya untuk melanjutkan studi mu, tp suatu tugas yang lebih besar dari itu. Tapi entah kenapa ada yang sakit di lubuk ini. Aku menahan basah di mataku. Dan berusaha masuk kembali ke dalam cerita kalian.

Ketika itu aku bertekad untuk meyakinkan kebenaran ini kepada orang lain sebanyak-banyaknya, "2 tahun lagi, maka aku harus mencari penerus juga. 2 tahun lagi, aku harus membentuk sebuah barisan lagi. sebelum 2 tahun lagi, sebelum engkau jauh, maka aku harus benar-benar melaksanakannya, atau risalah ini hanya sampai kepadaku". Entah tekad itu datang dari mana, begitu saja ia datang. . Dan mungkin hanya sebuah tekad.

Minggu, di bulan juli pertengahan, bulan Ramadhan. Seperti biasa kita lagi-lagi memuji Dia, sebagai Dzat Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Adil. Ditengah pembicaraan itu kau katakan bahwa untuk menerima kebenaran kita tidak boleh figuritas. "Kita beribadah kepada Allah saja, bukan kepada orang, jadi harusnya ga masalah kalo nanti yg menyampaikan bukan saya lagi, saya kayanya mau ditugaskan ke tempat lain". Ah itu lagi, lagi-lagi aku terdiam, entahlah kenapa begitu perih. Aku sempat berpikir apa aku yg berlebihan. Bukan perkara siapa yang akan menyampaikan. Tapi perkara knp kalian tidak disini lagi.

Memang ada yang lebih prioritas, pikirku dalam hati.
Seandainya aku bisa mengatakan kerinduan kepada kalian. kepada si da'i pertama yg tak pernah terlihat lagi, kepada pembimbingku yg pertama dan kepada mu. Tapi aku harus menikam perasaan ini kuat-kuat. Meski semakin ditikam tunas-tunas perasaannya tumbuh lebih banyak.
Sudahlah. . biarlah kecintaan ini hanya untuk Allah saja.

Rabu, 09 Juli 2014

9 Juli 2014 -Antara Piala Dunia dan Sebuah Sistem di Indonesia-

Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan :)
Di tanggal 9 Juli ini ada dua kejadian besar yang tidak diduga-duga.
Pertama, masalah piala dunia. Brazil harus kalah sama Jerman di pertandingan semalem. Kejadian yang biasa yah, krn Jerman jg tim yang unggul, wajar bisa ngalahin Brazil. Tapi skornya itu loh yang bikin ga biasa. Brazil harus kalah telak 7-1 hihihi.
Kedua, masalah pilpres di Indonesia. Yang calonnya cuma 2. Yang jauh-jauh hari sebelumnya fans-fans dari kedua kubu mati-matian membela sampe berbusa, membela tuannya masing-masing. Hingga saya muak membacanya. *kalem aja keleeeuuusszz*
Dan hasil quick count pasti akan membuat salah satu kubu berduka. Termasuk si mama yg pengen ngerasain jadi ibu negara dari salah satu capres --"
Kalo boleh jujur saya sebenarnya menunggu saat-saat Islam mempunyai calonnya sendiri, dan gw memberikan vote beserta seluruh umat lainnya, memenangkan pemimpin kita, pemimpin kami, imam kami, membayangkan Islam akan berdiri. hukum -Mu akan tegak kembali perlahan. Tapi pernyataan ini sungguh masih sulit dipercaya "Islam tidak akan menang melalui sistem lain".
Aku terhenyak. Benar.
Namun masih banyak "kenapa" dan "bagaimana" yang terngiang di kepalaku.
Kemudian hati kecilku menjelaskan.
"Kamu tau nak, buat apa Allah menceritakan kisah Rasul-rasul sebelum Muhammad ke dalam Al-Qur'an? Maka itu pula alasan Allah memerintahkan kita memegang Al-Qur'an dan As-Sunnah."
"Haruskah ku ceritakan kembali kepadamu tentang seorang Al-Amin kala itu. Yang ditawarkan oleh para petinggi darul nadwah sesuatu yang sangat menggiurkan "Hai Muhammad jika kau menginginkan harta yang banyak maka akan kami berikan, jika kau menginginkan wanita cantik, akan kami berikan dari penjuru dunia, jika kau menginginkan kekuasaan, maka akan kami berikan, bukankah kau melakukan ini semua tujuannya adalah kekuasaan?". Benarkan? Bukankah Allah memerintahkan tugas itu kepada Muhammad S.A.W agar hukum -Nya dapat berkuasa di dunia?".
"Namun nak, ia tetap menolak tawaran itu, ia lebih memilih melanjutkan dakwahnya daripada menerima tawaran itu sebagai jalan yg lebih singkat. Ia lebih memilih melanjutkan jalan yang mendaki lagi sukar. Padahal bukankah lebih mudah jika ia menerima kekuasaan itu dr orang lain kemudian ia mengontrolnya dari atas? dari jabatannya yang tinggi? Begitukah?"
"Tidak nak, jika yang membuatnya berkuasa adalah orang lain, maka orang itu pula yang akan menjatuhkannya. Namun jika Allah yang memberinya kuasa, jika hukum Islam sudah berkuasa, maka siapa yang bisa menjatuhkannya?"
"Maka anakku untuk memenangkan Islam tidak dengan masuk ke dalam Sistem lain, tidak dengan membeli yang mereka jual. Tapi satu. Konsisten di jalan murni ini."
"Nak, haruskah kuceritakan kembali tentang sebuah kemenangan yang terjadi bukan karna jumlahnya? Ingatkah kau tentang sebuah perang kala itu. Perang badar, perang yang menjadi pembeda antara yang haq dan yang bathil. Berapa pasukan Muslim kala itu? 300 orang. Lalu berapa pasukan lawannya? 1000 orang. Tapi bagaimana mungkin nak pasukan Muslim yang menang?"
"Maka nak, untuk menang Islam tidak memerlukan kuantitas, banyaknya jumlah suara. Kualitasnya lah yang memenangkannya. Eh, bukan, Allah lah yang akan memenangkannya"
"Bukankah Islam adalah sebuah Dien? Sebuah Sistem hidup dimana Islamlah yang mengayomi segala aspek kehidupan? Maka Islam tidak membutuhkan sistem lain, tidak membutuhkan isme dan ideologi lainnya"
Di tengah hiruk pikuk suporter piala dunia. Perdebatan simpatisan dua kubu capres. Tertutupi teriakan anak-anak yang dibantai oleh senjata-senjata api, meriam, dan rudal.
Ditengah pemikiran tentang bagaimana kehidupanku besok? Terselip sebuah kalimat dari negeri itu "Kami lebih memikirkan bagaimana caranya mati mulia di sisi Allah?".
Maka mengapa harus mereka yang tersudut yang bisa memikirkan hal seperti itu? Tidakkah kita pun ingin mati mulia di sisi -Nya? Tidakkah kita ingin memikirkan kehidupanku besok di kehidupan yang lebih abadi?