warna warni

warna warni

Kamis, 28 April 2016

OVERTHINKING

Pernah main di pusat permainan seperti t*mez*n* atau f******* ? Duluuuu banget waktu masih kecil papa pernah bilang jangan main di pusat permainan kaya gitu, rugi katanya, uangnya buat dia-dia juga. Karna waktu itu masih kecil, saya merasa bodo amat. Ga paham. Tapi hari ini, entah kesambet apa, keingetan lagi dan baru paham. Begini kira-kira gambarannya.
Pertama kita membeli poin berbentuk kartu untuk digesek di alat permainan nantinya.
Anggaplah kita membeli 50rb poin untuk bermain. Uang 50rb itu akan kita berikan kepada pusat permainan tersebut. Setelah itu kita mendapatkan sebuah kartu untuk bermain, yang poinnya akan berkurang ketika kartu tersebut digesekan ke alat permainan. Kemana poin itu pergi ? Tentu ke alat tersebut yang dimiliki oleh pusat permainan itu.
Jadi, Kita membeli sesuatu yang menguntungkan pusat permainan (poin-poin untuk bermain) dan memberikan apa yang sudah kita beli (mengembalikan) itu kepada pusat permainan tersebut (berkurangnya poin). Lalu apa yang kita dapat ? Kesenangan saja. Mungkin kita dapat karcis2 yang bisa kita kumpulkan untuk ditukar dengan barang, tp itu tidak seberapa, kalo kita hanya menghitung dari segi materi, kita rugi.



Contoh lainnya, saya punya dua tabungan dalam satu bank, yang satu untuk uang yang numpang lewat aja (pengeluaran ini itu), yang satunya betul-betul untuk nimbun uang. Namun karena saya ga bisa liat uang diem. Akhirnya saya betinisiatif memutarkan uang tabungan saya dengan menjual pulsa dengan memanfaatkan layanan e-banking untuk pembelian pulsa. Bukan hanya untuk orang lain saja. Saya juga bisa mengisi pulsa saya sendiri melalui gadget yang saya miliki dan saya tetap membayar dengan harga pulsa yang sama. Jadi, uang itu hanya berputar-putar ditabungan saya. Saya bayar dengan UANG SAYA, untuk membeli pulsa dari account TABUNGAN SAYA, dan pulsa itu saya pergunakan sendiri.
Pusing ? Hehe. Coba dibayangkan. Semoga ada sedikit gambaran hehehe.

Terus apa intinya ?
Intinya jangan-jangan banyak banget sebenernya di dunia ini yang bergerak muter-muter gitu.

Contoh lain : negara kita jual bahan mentah ke luar negeri, kemudian bahan mentah itu di olah menjadi suatu barang yang berdaya guna lebih di luar negeri, lalu barang tersebut dijual kembali ke negeri kita. Lantas kita dirugikan lagi.

Contoh lain, dari Bansos, pemerintah mengalokasikan dana untuk masyarakatnya. Namun tidak serta merta semua masyarakat disebut sebagai masyarakat asli. Ada yg asli, namun ada juga yg disebut masyarakat aspirasi. Yaitu masyarakat yang ditunggangi oleh oleh oleh ah sudahlah. . . Masyarakat aspirasi dalam mendapatkan bansos sangat bergantung padaaa "ah sudahlah", sehingga ketika bansos itu diterima oleh masyarakat aspirasi, mereka akan berterimakasih kepadaaaa "ah sudahlah" dan bisa jadi mereka akan memilih si "ah sudahlah" di daerah mereka masing-masing tahun berikutnya. Jadi itu uang dari "ah sudahlah" kepada rakyat untuk kepentingan politik si "ah sudahlah". Bukan demi kesejahteraan masyarakat sepenuhnya.

Contoh lain, dari reklamasi. Akan diadakan reklamasi pantai di teluk jakarta. Pro dan kontra terjadi.

"Reklamasi akan menguntungkan developer"

"Tapi reklamasi untuk mencegah banjir dan pengembangan lahan di Jakarta"

"Teluk Jakarta kotor, tidak ada nelayan yang memancing di teluk jakarta"

"Nelayan merasa lahan untuk mata pencahariannya berkurang jika diadakan reklamasi"

"Nelayan mencoba berbicara pada gubernur"

"Gubernur tidak mau menemui nelayan, karna itu bukan nelayan betulan"

Dipikiran jelek saya, mungkin maksud pak Ahok itu nelayan aspirasi yang bergeraknya sudah dikendalikan oleh si "ah sudahlah" untuk kepentingan politik si "ah sudahlah".
Teruuuuusss. . Pokonya begitulah muternya, saya ga bisa jelasin muternya dimana yang reklamasi ini. Sudah lupa, sudah terlalu lama, dari kemaren mikirin reklamasi, hehehe, sedikit catetan reklamasi yang barusan cuman sebagai mind blowing ajah, hhe. . tapi coba aja dipikirin terus-terusan, masalah reklamasi ini juga muter disitu-situ aja, yang di untungkan adalah yang punya kepentingan dan yang dirugikan juga yang punya kepentingan.
Mbuhlah.

Contoh lain : BBM Naik, Harga bahan pokok naik, ongkos kendaraan pun naik, buruh demo minta kenaikan gaji karena semua harga naik, teruuuusss. . Tau sendiri gimana perputarannya kan ? Hehe.

BBM Naik, ongkos kendaraan naik bahkan lebih murah pake kendaraan sendiri, gaji ikutan naik setelah di demo, masyarakat mampu kredit kendaraan pribadi, macet, volume kendaraan pribadi bertambah, bbm langka, bbm naik harga, dan. . dan. .

DUAAAAAAARRRRR !

Entah sampai mana lingkaran-lingkaran tadi bakal berhenti. Atau otak saya saja yang overthinking.

Setiap saya berpikir itu hanya di pikiran saya saja yang tidak paham akan semua masalah. Setiap itu juga saya berpikir seandainya saya paham akankah bentuknya bukan lingkaran lagi ? Atau malah menjadi bentuk lingkaran yang lebih besar, saling terkait tapi tetap melingkar ?

Sudahlah. .

Kamu tau kan semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Kita lahir ke dunia tidak bermodalkan apapun. Dari mulai pohon saja. Coba deh itu ranting pohon kita tebang, kita bikin produk tusuk gigi misalnya, terus kita jual, tapi ga ada yang laku. Apakah kita termasuk rugi ? Padahal itu pohon punya Allah, modal yang kita punya untuk bikin tusuk gigi pun dari Allah.
Lalu kenapa kita merasa rugi ?
Karena tidak ada pemasukan dari penjualan tusuk gigi.
Padahal hidup kita milik Allah, akankah dia menelantarkan yang sudah diciptakan ?
Lalu bagaimana lingkarannya ?

Jika Modal (pohon) dari Allah, kemudian dibuat menjadi tusuk gigi oleh kita.
Kita ?
Bukan, tapi dibuat oleh Allah, dia yang menulis takdir dan nasib sehingga menjadi tusuk gigi. Dia yang punya daya upaya dan menggerakan kita dalam mebuat tusuk gigi.
Lalu, apakah itu semua akan kembali kepada Allah sehingga cerita ini juga bisa menjadi sebuah lingkaran ?
Apa saja yang harus kembali kepada Allah dan kenapa ?
Coba search di Qur'an digital dengan kata kunci "milik Allah" hehe
Lalu bagaimana cara mengembalikannya ?
Mungkin bisa digunakan kepada jalan Yang Benar.
Mungkin. .



Jumat, 15 April 2016

Rumah

Nampaknya kita belum pernah berhasil menjadikan satu sama lain sebagai rumah.

Kita hanya sebagian perjalanan panjang.

Seberapa jauhpun kita pergi, kita akan kembali ke rumah.

Suatu hari nanti aku dan kamu akan kembali ke rumah masing-masing.


16 April 2016

12.38 AM